Kementan Dorong Kerjasama antar Lembaga Hadapi Tantangan Resistensi Antimikroba
Bogor – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) menerima kunjungan kerja dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI, didampingi dengan FAO, dan WHO pada tanggal 30 Juni 2025 sampai 1 Juli 2025. Kunjungan ini menjadi bagian dari upaya penyusunan payung kebijakan pengendalian dan resistansi antimikroba (AMR).
Resistensi antimikroba (AMR) terjadi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa kebal terhadap obat antimikroba, sehingga pengobatan menjadi tidak efektif. AMR menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan.
Dalam sambutannya, Asisten Deputi Peningkatan Kapasitas dan Ketahanan Kesehatan Kemenko PMK, Nancy Dian Anggreini memaparkan pada tahun 2020 Kemenko PMK mendorong usaha dalam mendukung kegiatan resistensi antimikroba (AMR).
"Selanjutnya akan digelar aksi sesuai aturan PMK No. 7 tahun 2021 yang akan diadakan tahun 2025 – 2029, perlu diadakan forum diskusi untuk berbagi data antara BBPMSOH dengan BPOM mengenai perkembangan AMR saat ini." ujar Nancy.
Dari FAO, Farida C. Zenal menyarankan adanya kerjasama lebih lanjut di bidang penelitian oleh BRIN. Farida menggarisbawahi pentingnya kesadaran penggunaan Antimicrobial Use (AMU), pengawasan Antimicrobial Resistance (AMR) dan mitigasi dan risiko Antimicrobial Stewardship (AMS). AMS yaitu bagaimana menumbuhkan kesadaran Technical Services agar bahwa obat “A” tidak dijual di depan industri obat hewan terkait bahaya AMR ini.
Nora Arista dari WHO menyampaikan apresiasi hasil pengkajian oleh BBPMSOH. Hasilnya sejalan dengan hasil Global Antimicrobial Resistance and Use Surveillance System (GLASS) tahun 2023, yaitu untuk obat golongan flourokinolon semakin naik tren resistansinya.
Rekomendasi WHO pun sama dengan FAO yaitu perlu adanya forum diskusi ilmiah lebih lanjut antara berbagai stakeholder antara kesehatan manusia dan hewan, perlu diadakan data sharing, open data antar lembaga guna membuat kebijakan bersama yang bermuara pada kesehatan manusia dan hewan.
Kementerian bersama dinas perlu digalakkan agar pemanfaatannya dapat didorong secara optimal baik untuk kepentingan kesehatan manusia maupun kesehatan hewan.