Dari Kandang ke Kebijakan: Biosekuriti di Garis Depan
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali menjadi momok besar bagi dunia peternakan di Indonesia. Wabah ini telah mencatatkan kerugian yang signifikan, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Sejak Desember 2024, angka kasus PMK kembali meningkat tajam dengan laporan lebih dari 8.483 kasus. Tak hanya itu, penyakit ini juga telah menyebabkan kematian 223 ekor ternak dan 73 pemotongan paksa. Di Kabupaten Sleman, Yogyakarta saja, terdapat 422 kasus yang dilaporkan sepanjang tahun 2024 hingga awal Januari 2025.
Data ini menggarisbawahi pentingnya perhatian terhadap upaya pencegahan, khususnya melalui penerapan biosekuriti yang efektif. Biosekuriti menjadi salah satu kunci untuk mencegah penyebaran penyakit dan menjaga keberlanjutan sektor peternakan. Penerapan biosekuriti bukan sekadar langkah teknis, tetapi sebuah kebutuhan strategis untuk melindungi sektor peternakan dari ancaman penyakit menular seperti PMK. Namun, sejauh mana kebijakan dan pedoman terkait biosekuriti telah diimplementasikan di Indonesia, khususnya dalam upaya pemberantasan PMK?
Biosekuriti: Apa dan Mengapa?
Secara sederhana, biosekuriti dapat didefinisikan sebagai serangkaian langkah dan tindakan yang dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit antara hewan, manusia, dan lingkungan. Dalam konteks peternakan, biosekuriti mencakup langkah-langkah pencegahan yang dilakukan untuk melindungi hewan ternak dari infeksi penyakit, mengurangi potensi penularan, dan memastikan bahwa produk peternakan yang dihasilkan aman bagi konsumen.
Penerapan 3 Zona Biosekuriti (Sumber: FAO)
Penerapan biosekuriti yang efektif di peternakan bukan hanya tanggung jawab peternak, tetapi juga merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan pedoman, regulasi, dan dukungan yang dibutuhkan dalam implementasinya. Di Indonesia, biosekuriti menjadi sangat penting mengingat status negara yang berisiko terhadap penyebaran penyakit hewan menular, termasuk PMK.
Pemberantasan PMK dan Implementasi Biosekuriti di Peternakan
Wabah PMK yang merebak pada 2022 menjadi salah satu contoh nyata betapa pentingnya biosekuriti dalam sektor peternakan. Menurut data Kementerian Pertanian (Kementan), Indonesia mengalami kerugian yang signifikan akibat wabah tersebut, dengan ribuan ekor ternak terinfeksi. Langkah pertama dalam mengatasi wabah adalah dengan memastikan bahwa penyebaran PMK dapat dikendalikan dan tidak meluas ke daerah lain.
Dalam hal ini, kebijakan biosekuriti yang diterapkan di tingkat peternakan sangat krusial. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah mengeluarkan berbagai pedoman dan regulasi yang bertujuan untuk memperketat pengawasan dan pencegahan PMK. Salah satu kebijakan yang diterapkan adalah pembentukan zona kesehatan hewan, yang mengklasifikasikan wilayah berdasarkan status kesehatan hewan dan risiko penyebaran penyakit. Hal ini memungkinkan otoritas untuk memberikan perhatian khusus kepada daerah-daerah yang terinfeksi dan mengatur pergerakan ternak antar wilayah.
Selain itu, pada tahun 2022, Kementan juga mengeluarkan Pedoman Umum Biosekuriti di Peternakan, yang mencakup berbagai aspek penting dalam penerapan biosekuriti, mulai dari pengelolaan ternak, pengawasan kesehatan hewan, hingga pengelolaan limbah ternak. Pedoman ini memberikan peternak dengan langkah-langkah praktis yang dapat diikuti untuk melindungi ternak mereka dari ancaman penyakit.
Kebijakan yang Mendukung Penerapan Biosekuriti
Kementerian Pertanian (Kementan) telah mengeluarkan berbagai pedoman dan peraturan untuk mendukung penerapan biosekuriti di peternakan, guna mencegah penyebaran penyakit hewan, termasuk Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Salah satu peraturan penting adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2016, yang mengatur persyaratan teknis dan administratif dalam pengendalian penyakit hewan. Peraturan ini memberikan landasan hukum yang jelas bagi peternak dalam menerapkan langkah-langkah biosekuriti dan memastikan keberlanjutan usaha peternakan di Indonesia.
Selain itu, pedoman Biosekuriti Ruminansia Besar dan Biosekuriti Ruminansia Kecil juga telah disusun untuk memberikan panduan praktis bagi peternak dalam menjaga kesehatan hewan ternak mereka, dari pengelolaan kebersihan kandang hingga pengawasan kesehatan hewan secara berkala. Pedoman-pedoman ini dirancang untuk memudahkan peternak dalam menjalankan praktik biosekuriti yang efektif, sesuai dengan skala usaha dan jenis ternak yang mereka kelola. Dengan pedoman ini, diharapkan peternak dapat lebih mudah mengidentifikasi dan mengelola potensi risiko penyakit di peternakan mereka.
Prinsip Biosekuriti
(Sumber: Pedoman Biosekuriti Ternak Ruminansia Besar 2024-Kementerian Pertanian)
Penerapan peraturan dan pedoman biosekuriti yang tepat sangat penting dalam mencegah terjadinya wabah seperti PMK, yang dapat menyebabkan kerugian besar bagi sektor peternakan. Melalui kebijakan ini, Kementan berupaya memastikan bahwa seluruh aspek peternakan, mulai dari vaksinasi hingga pengelolaan kesehatan hewan, dapat dijalankan dengan standar yang tinggi dan konsisten di seluruh Indonesia.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pertanian dan Badan Karantina Pertanian, tidak hanya mengeluarkan regulasi terkait biosekuriti, tetapi juga memberikan dukungan berupa pelatihan, sosialisasi, dan bantuan teknis kepada peternak. Sebagai contoh, program Sistem Manajemen Kesehatan Hewan (SMKH) diintegrasikan dalam kebijakan peternakan untuk meningkatkan kesadaran peternak akan pentingnya pencegahan penyakit. Pelatihan ini mengajarkan peternak cara menjaga kebersihan kandang, mengelola vaksinasi, serta melakukan pemantauan kesehatan ternak secara berkala.
Tantangan dan Peluang ke Depan
Meski kebijakan biosekuriti sudah diterapkan dengan berbagai pedoman yang ada, masih banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama dalam implementasinya di lapangan. Salah satu tantangan terbesar adalah rendahnya tingkat kesadaran sebagian peternak mengenai pentingnya biosekuriti, terutama di peternakan skala kecil yang lebih rentan terhadap risiko penyakit. Selain itu, keterbatasan sumber daya, baik dalam hal tenaga ahli maupun peralatan, menjadi hambatan tersendiri bagi peternak dalam menerapkan standar biosekuriti yang baik.
Namun, di sisi lain, wabah PMK telah membuka mata banyak pihak akan pentingnya penerapan biosekuriti di setiap level peternakan. Dengan adanya kesadaran yang meningkat dan adanya kebijakan yang lebih kuat dari pemerintah, peluang untuk meningkatkan kualitas biosekuriti di Indonesia cukup besar. Diperlukan sinergi antara pemerintah, peternak, dan masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan sektor peternakan yang lebih aman dan sehat.
"Mengukir Masa Depan Peternakan yang Lebih Sehat dengan Biosekuriti"
Sebagai garis pertahanan pertama dalam mencegah penyebaran penyakit, biosekuriti memainkan peran vital dalam menjaga kesehatan ternak dan keberlanjutan sektor peternakan. Pemberantasan wabah PMK di Indonesia mengajarkan kita bahwa penerapan kebijakan biosekuriti yang tepat dan berkelanjutan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Walaupun sudah ada pedoman dan regulasi dari pemerintah, tantangan dalam implementasinya tetap ada. Dengan kerjasama yang erat antara pemerintah, peternak, dan masyarakat, kita bisa memastikan bahwa biosekuriti tetap menjadi prioritas utama, menciptakan peternakan yang sehat dan berkelanjutan untuk Indonesia di masa depan.
Penulis
Muhammad Zahid
Analis Kebijakan – BBPMSOH